Sebagai
penyuka buku-buku terbitan indie, saya merasa mendapat berita gembira pada
Sabtu, 17 Desember 2016, yang bertepatan dengan ulang tahun Togamas Malang yang
ke 26. Melalui salah satu staf Togamas, mas Denny Mizhar koordinator Pelangi
Sastra Malang mengabarkan bahwa aka nada Indie Book Corner di Togamas Malang.
Asyiknya lagi, buku-buku yang akan dijajar dalam rak, bukan cuma buku para
penulis Malang, namun juga para penulis Jogja.
Saya
tentu juga menggemari buku-buku terbitan penerbit mayor. Buku terbitan mayor
mesti diakui, memang punya daya tarik tersendiri dari segi konten hingga sampul
buku yang cantik. Saya sendiri, baru lebih getol membeli buku-buku terbitan
indie yang utamanya ditulis oleh penulis asal Malang, baru pada 2015.
Musik dan puisi mas Feri H. Said dan mas Denny Mizhar, ulang tahun Togamas ke 26. Sumber: Dokumentasi pribadi |
Mengutip
salah satu perbincangan bersama mbak Ria A.S pada bedah buku Aku Mengenalnya
Dalam Diam bersama Pelangi Sastra Malang, Selasa,
19 Mei 2015,”Saya menerbitkan buku melalui penerbit indie, karena ingin memberi
alternatif bacaan pada pembaca.” Alternatif bacaan yang dimaksud oleh mbak Ria,
adalah tulisan-tulisan yang tidak tersedia pada buku terbitan mayor.
Saat itu, saya selaku moderator yang sebenarnya
hanya menggantikan mbak Dwi Ratih Ramadhany yang sedang sakit tenggorokan,
diberikan satu buku gratis oleh mbak Ria. Semenjak saat itu, saya merasa memang
ada ikatan yang bebeda antara penulis dan pembaca melalui buku terbitan indie.
Tidak seperti buku terbitan mayor yang bisa dicetak
ribuan eksemplar dan disebar ke seluruh Indonesia. Buku terbitan indie memang
dicetak jauh lebih sedikit dan kemungkinan besar memergunakan biaya sendiri.
Pada bagian ini, penulis dan pembaca sangat memungkinkan melakukan komunikasi
yang dekat.
Setelahnya, saya makin rajin mengikuti berbagai
bedah buku. Di Malang, melalui bedah buku, barulah saya mengenal buku-buku
terbitan indie karya para penulis Malang. Kecuali buku puisi, karena saya
memang tidak terlalu bisa mencerna buku puisi, saya selalu berusaha membeli buku-buku
tersebut. Ada keasyikan, saat saya mesti berkomunikasi sendiri dengan si
penulis ketika menginginkan buku yang ditulisnya.
Sebagian buku terbitan indie koleksi saya. Sumber: Dokumentasi pribadi |
Awalnya, saya mengikuti bedah buku jenis ini di
komunitas Pelangi Sastra Malang. Namun saat ini, forum lain yang memberi wadah
pada buku indie juga mulai menjamur di Malang, seperti Forum Komunikasi Taman Baca
Masyakarakat (FKTBM) Malang. Seperti halnya Pelangi Sastra Malang, FKTBM juga
menyediakan bedah buku bagi siapa pun para penulisnya, dengan latar belakang
yang berbeda.
Ada juga LPM Perspektif Universitas Brawijaya Malang
(UB), yang mengusung buku indie terbitan kalangan mereka sendiri, namun forum
yang diusung tetap membuka pintu bagi kalangan mana pun.
Dan lagi, tidak semua buku terbitan indie mesti
dibeli. 2015 lalu misalnya, saya mendapat buku gratis, kumpulan puisi Mata Air
dan kumpulan tulisan Suara-suara Pendatang. Syaratnya? Hanya datang pada saat
acara berlangsung. Buku indie jenis ini, memang ditujukan sebagai media
kampanye dan juga edukasi hingga dibagikan gratis.
Terakhir… semoga Indie Book Corner di Togamas segera
terealisasi ya!
No comments:
Post a Comment