Wednesday, September 7, 2016

Bu Guru, Ini Oksi yang Hatinya Njenegan Bikin Patah

Saya dan Oksi. Sumber: Dokumentasi pribadi
Dua hari lalu, saya mengantarkan teman lama saya, Kartika Rose Rachmadi buat mengambil ijasah di kampus.
Obrolan kami di atas motor akhirnya merujuk pada Oksi, teman perempuan kami yang dulu pernah sekelas dengan Rose di kelas tujuh dan sembilan. Oksi bertubuh kecil, berwajah manis dengan rambut yang selalu dikepang dua.
Belakangan, saat hendak kelulusan, Oksi sering absen pada jadwal ujian praktek bahkan menghilang hingga waktu yang semestinya dia pergunakan buat cap tiga jari dan pengambilan ijasah.
Mama saya sempat mengobrol dengan eyang putri Rose soal keadaan Oksi saat mereka sempat bertemu di sekolah. Memang, mama dan saya sempat menyambangi Oksi di rumahnya saat dia sudah terlalu lama menghilang dari sekolah.
Oksi menangis di hadapan mama dan saya saat kami pergi ke rumahnya. Dia patah hati. Atau… jika dengan sopan saya boleh berkata, hatinya ‘secara tidak sengaja’ memang dipatahkan oleh salah seorang guru di sekolah kami.
Berbeda dengan Rose yang cemerlang di bidang akademis dan disayangi oleh hampir semua guru di sekolah, Oksi memang tidak menonjol dalam bidang akademis, sama seperti saya.
Namun, satu ketika seorang oknum guru merendahkan diri Oksi di depan banyak orang. Saya sangat ingat bagaimana perkataan guru itu. Perkataannya seperti memerjelas posisi Oksi sebagai seorang siswa yang tidak mampu dan tidak bakal mampu perkara akademis.
Waktu itu, saya kebetulan sekelas dengan Oksi di kelas 9-8, kelas kategori lower yang disesuaikan dengan hasil try out. Sedang Rose, selalu masuk kelas 9-1 dari sembilan kelas yang ada.
Seluruh kelas saat itu memandangi Oksi termasuk saya. Dia duduk dengan kikuk di sudut kelas karena kebetulan dia duduk hampir di bangku paling belakang, sedang saya duduk di bangku paling depan.
Oksi menghilang lagi dan tidak pernah bisa saya temui lepas kelulusan. Bahkan dia tidak datang pada saat perpisahan di sekolah.
Rose sempat tidak percaya dengan perlakuan oknum guru itu terhadap Oksi. Guru itu sendiri dikenal senang bicara hal-hal berbau religius. Penampilannya pun juga senapas dengan bahan bicaranya. Pada Rose, oknum guru tersebut sangat hangat bahkan mendekat pada eyang putri hingga ibu Rose.
Semua yang ada di sekolah tahu, bahwa oknum guru tersebut sangat bangga pada murid sejenis Rose. Seolah, murid-murid seperti mereka ada berkat kecanggihan caranya mengajar. Soal hal yang satu ini, beliau hampir sama dengan Mr. A yang saya ceritakan dalam (Baca juga: Patah Hati). Padahal, secara objektif, saya berani bilang bahwa kemampuan mengajar oknum guru tersebut bahkan kurang begitu baik.
Bagaimana dengan murid seperti Oksi? Oksi sendiri bukan siswi pelanggar peraturan. Dia lugu, patuh dan sopan. Nilai akademis saya bahkan ada di bawah dia. Tidakkah secara pribadi Oksi diingat punya kelebihan oleh oknum guru tersebut?
Saya yakin, oknum guru yang kami kasihi tersebut, tidak pernah mengingat atau mengetahui seberapa jauh dampak ucapannya pada satu siswinya yang bernama Oksi.
Tuhan melindungi njenengan, Bu…
Semoga njenengan selalu ada dalam doa-doa baik dari Oksi, atau murid lain yang ‘secara tidak sengaja’ hatinya njenengan patahkan.
Semoga cerita ini sampai padamu satu waktu nanti di saat yang tepat, Bu…

2 comments:

Anonymous said...

semoga sekarang dan sampai kapan pun beliau bisa memperlakukan semua muridnya dengan perlakuan dan kasih sayang yang sama (saya harap begitu). penghargaan diberikan karena menghargai bu :)

Poppy Trisnayanti Puspitasari said...

Semoga juga segera berhenti beliau ngaku-ngakuin murid yang udah jadi kayak dirimu sebagai hasil bimbingannya.